Pages

Labels

Minggu, 10 Juni 2012

Nasyiah menghampiri, mereka pun tersenyum...



Banjir bandang yang melanda lima kecamatan (Langgudu, Belo, Palibelo, Monta dan Woha) di Bima mengakibatkan kerusakan dan kerugian yang cukup banyak dialami oleh warga. Camat Belo, M Chandra Kusuma mengungkapkan, banjir bandang itu cukup mengagetkan warga Kecamatan Belo, terutama masyarakat di Desa Ncera, Soki, Lido, Ngali dan Renda. Akibat banjir bandang, tanaman bawang merah yang siap panen hancur. Tidak itu saja, bawang yang sudah dipanen, bahkan sudah deal harganya dengan pembeli ikut terbawa banjir. “Demikian juga dengan tanaman padi yang diperkirakan akan gagal panen”, ujarnya.
Kata Chandra, lahan pertanian warga Ncera seluas 100 Ha yang dipakai untuk tanaman bawang, padi dan kacang tanah juga rusak. Selain itu, lahan warga Soki 18 Ha, lahan pada masyarakat Lido 16 Ha dan lahan bawang Merah 14 hektar.
Sedangkan lahan tanaman bawang merah yang rusak milik warga Ngali sekitar 400 hektar. Lahan padi masyarakat Renda 75 ha, bawang merah 125 hektar serta lahan padi masyarakat Cenggu 103 hektar dan 40 hektar tanaman bawang merah. (mau berita selengkapnya? baca di www.suaramandiri.net)


Namun dari sekian banyak kerugian materi tersebut, tidak dapat dimungkiri keadaan psikologi warga yang menjadi korban banjir pun sepertinya ikut tergerus oleh air bah tersebut. Harapan-harapan yang mereka tanam di sawah-sawah kini berubah menjadi lumpur.
Ya, ada banyak harapan di sana. Para pemuda-pemuda tanggung yang hendak melangsungkan perkawinan pasca panen kini harus menggigit jari, mencoba memberikan pengertian kepada sang calon istri untuk bersabar, menunggu hasil panen selanjutnya (itupun kalau punya modal untuk membeli bibit lagi) agar bisa “doho dampi.” para orang tua yang menyiapkan biaya untuk anak-anaknya yang akan melanjutkan pendidikan ke SMP, SMA, mendaftar Kuliah, persiapan tahun ajaran baru, bayar SPP, biaya anaknya yang akan wisuda sarjana dan segudang kebutuhan lainnya memaksa mereka harus tersenyum getir, mencoba berdiri tegak dengan kaki-kaki lemas dan gemetar (masih untung g pingsan) sambil memandang air bah itu menyapu semuanya, pusing...bahkan puyer Bintang Toedjoe pun takan mampu mengobatinya!


Menyadari kenyataan ini, Nasyiah Kabupaten Bima dengan segala keterbatasannya mencoba menghampiri para korban. Meski dengan bantuan ala kadarnya, namun dengan kehadiran di tengah-tengah para korban banjir merepresentasikan bahwa masih ada yang peduli, masih ada yang mau berbagi. Mengembalikan semuanya seperti sedia kala, adalah mustahil. Namun dengan menyadarkan kepada mereka bahwa live must go on mungkin akan membantu men-charger semangat mereka untuk berjuang kembali, menghias kembali wajah-wajah mereka dengan senyum penuh arti yang menyiratkan bahwa memang hidup tak harus berhenti disini...

Read More... Nasyiah menghampiri, mereka pun tersenyum...

Jumat, 08 Juni 2012

Jangan Sampai Salah Memilih Pasangan Hidup

Kebimbangan itulah perasaan yang sering muncul di hati para lajang tatkala harus memutuskan dengan siapa ia akan menikah. Perasaan ini wajar muncul, karena keputusan menikah adalah keputusan besar yang akan mempengaruhi jalan hidup seseorang, karenanya mereka akan berhati-hati dalam menentukan calon pendamping hidupnya.

Kebimbangan semacam ini juga dirasakan Annisa, wanita berusia 24 tahun yang kebetulan berparas cantik. Sebagai muslimah ia sudah merasa jengah dengan para lelaki yang mencoba mendekatinya. Baginya hanya ada satu solusi, menikah. Tapi ia jadi bingung pria mana yang harus ia terima pinangannya. Di mata Annisa setiap pria yang mencoba mendekatinya memiliki kekurangan. Kini Annisa jadi bertanya dalam hati sebenarnya syarat apa saja sih yang mesti ia tetapkan untuk calon pendampingnya kelak?.

Tak ada gading yang tak retak, begitu yang dikatakan pepatah untuk mengungkapkan sebenarnya tidak ada orang yang sempurna. Setiap orang pasti memiliki kekurangan, namun sesungguhnya ada kualitas kepribadian dasar yang harus kita dan calon pasangan kita miliki agar dapat membina mahligai rumah tangga yang bahagia. Kualitas pribadi tersebut antara lain:

Kualitas Keberagamaan
Agama merupakan keyakinan yang mempengaruhi hati, fikiran perasaan dan tingkah laku seseorang sehingga orang yang mempunyai pemahaman serta pengalaman agamanya yang baik akan sangat terbantu dalam mengatasi berbagai masalah. Kondisi ini pada akhirnya akan mempengaruhi kebahagiaan dan kelanggengan sebuah perkawinan.

Memiliki Komitmen Untuk Mengembangkan Diri
Setiap orang memiliki kelebihan dan kekurangannya msing-masing. Namun setiap orang juga memiliki kesempatan untuk berkembang. Penting bagi kita untuk memiliki komitmen pengembangan pribadi ini, yaitu bagaimana seseorang memahami kekurangan yang ada, belajar dari kesalahan dan mau mendengarkan nasihat orang lain. Semua hal tersebut bermuara pada bagaimana ia membangun dan mengembangan dirinya agar menjadi pribadi yang lebih baik dan lebih bijak.

Keterbukaan Emosional
Artinya adalah orang yang memiliki perasaan, mengetahui apa yang sedang dirasakan, mau berbagi perasaan dengan pasangannya dan mengetahui cara mengungkapkan perasaan. Keterbukaan Emosional menjadi modal penting dalam membangun komunikasi dengan pasangan kita, sedangkan komunikasi yang baik adalah modal penting dalam membangun rumah tangga harmonis.

Memiliki Integritas
Setiap orang mendambakan calon pasangan yang mempunyai integritas diri. Kita menginginkan orang yang, jujur, baik terhadap diri sendiri maupun terhadap orang lain, dalam hal ini terutama dengan pasangannya, kita juga ingin calon pasangan kita adalah orang yang tidak main-main dalam mengambil keputusan yang mempengaruhi masa depannya. Itulah makna integritas diri.

Kematangan dan Tanggung Jawab

Memiliki kematangaan berarti ia bisa mengurus dirinya sendiri, tahu mana yang baik/buruk buat dirinya. Sedangkan bertanggung jawab berarti dia memahami langkah yang dia ambil beserta resiko-resiko yang mungkin dihadapi.

Memiliki Harga Diri
Ingatlah agar seseorang bisa mencintai ia harus cinta pada dirinya sendiri. Karena itu lihatlah bagaimana cintanya ia pada dirinya sendiri. Kalau ia sendiri tidak mencintai dirinya, bagaimana mungkin ia bisa mencintai pasangannya?

Sikap Positif Terhadap Kehidupan
Mereka yang memiliki sikap hidup positif akan berusaha mengubah segala kendala menjadi peluang, dan biasanya percaya bahwa segalanya akan bisa menjadi baik.

Itu semua kualitas ideal yang perlu dimiliki oeleh calon pasangan kita dan diri kita sendiri pada saat kita akan menikah. Namun situasi yang dihadapai Annisa atau situasi yang sejenis dengan itu, sering membuat kita tidak bisa berfikir jernih. Karena itu adalah hal-hal yang harus kita waspadai agar tidak salah paham dalam memilih pasangan. Hal-hal seperti ini mungkin akan membantu kita :

1. Jangan terlalu cepat memutuskan untuk menikah dengan si dia

Sediakan waktu yang cukup untuk memperoleh informasi yang memadai tentang calon pasangan anda tersebut. Ada beberapa hal yang perlu kita ketahui dari calon pasangan hidup kita itu:

a. Latar Belakang Kehidupan.
- Nasab/latar belakang keturunan mencakup hubungan keluarga asal, apakah berasal dari keluarga utuh, harmonis, atau broken home. Termasuk bentuk hubungan dengan saudara kandung

- Agama, norma-norma atau nilai-nilai status sosial ekonomi, suku, tradisi budaya keluarga asal.

- Adakah penyakit keturunan yang berhubungan dengan faktor genetic.

b. Masalah yang berkaitan dengan kualitas diri
- Kualitas Dien
- Akhlaq
- Tipe kepribadian (tertutup/terbuka, pendiam, periang, emosional, sabar)
- Pendidikan, kapasitas intelektual, profesi.
- Latar belakang organisasi, aktivitas sosial.
- Kemampuan problem solving
- Kepercayaan diri.

2. Jangan menikah di usia yang belum matang secara pribadi
Siap menikah berarti siap menghadapai masalah yang semuanya menuntut kedewasaan berfikir dan bersikap. Kedewasaan ini tidak bisa di ukur dengan usianya lebih dewasa dibanding mereka yang lebih tua.

Kedewasaan juga mempengaruhi dalam kita menentukan pilihan calon pasangan kita. Mereka yang kurang matang cenderung hanya terpukau pada hal-hal yang bersifat luaran saja.

3. Jangan memilih pasangan hanya untuk menyenangkan orang lain
Andalah orang yang beruntung atau yang menderita dengan pernikahan anda. Kalau pun ada faktor orang lain dalam mempertemukan antara anda dengan si dia pastikan bahwa anda sendirilah yang memutuskan bahwa dialah yang memang terbaik buat anda (tentunya beristiqarah terlebih dahulu).

4. Jangan menikah dengan harapan-harapan yang tidak realistis
Biasanya niatan awal menikah mempengaruhi masalah-masalah apa yang akan mendominasi selama kehidupan perkawinan. Kepuasan dalam kehidupan perkawinan dan terhadap tolak ukurnya berada pada harapan tersebut. Bila tidak terpenuhi akan menimbulkan kekecewaan.

5. Jangan menikah dengan seseorang yang memilki masalah kepribadian
Berhati-hatilah terhadap orang yang memiliki kepribadian yang sulit untuk dirubah, diperlukan pengertian dan lapang dada yang luar biasa untuk menghadapi orang seperti ini. Pada dasarnya setiap orang memiliki perilaku bermasalah, namun yang perlu menjadi perhatian adalah bagaimana kadar, intensitas dan frekwensinya seseorang yang masuk dalam kategori mengalami masalah kepribadian adalah bila memiliki prilaku bermasalah yang mendominasi keseharian dan mempengaruhi adaptasinya dengan orang lain. Biasanya orang seperti ini sering membuat orang lain atau dirinya sendiri merasa terganggu dan tidak nyaman dengan perilakunya.

Inna Mutmainnah, S.Psi.
Sumber: Majalah Safina No. 2/Th.1
Read More... Jangan Sampai Salah Memilih Pasangan Hidup

Kamis, 07 Juni 2012

Perjanjian Perkawinan


Perkawinan merupakan perilaku sakral yang termaktub dalam seluruh ajaran agama. Dengan perkawinan diharapkan akan menciptakan pergaulan laki-laki dan perempuan menjadi terhormat, interaksi hidup berumah tangga dalam suasana damai, tenteram, dan rasa kasih sayang antar anggota keluarga, yang bermuara pada pembentukan keluarga yang sakinah mawaddah warahmah.
Akan tetapi, fakta yang berkembang saat ini, harmonisasi keluarga terganggu oleh fenomena makin maraknya gugatan perceraian akibat kesewenangan seorang suami terhadap isterinya. Ini bisa dilihat dari praktek poligami yang tidak sehat, suami tidak memberi nafkah wajib pada isteri, suami meninggalkan isteri bertahun-tahun, serta suami melakukan kekerasan dalam rumah tangga (domestic violence), baik kekerasan dalam bentuk fisik, ekonomi, maupun psikologis.
Berangkat dari fenomena yang terjadi di atas, maka dilembagakanlah perjanjian perkawinan, dalam hal ini termasuk pula taklik talak yang diproyeksikan sebagai “senjata” bagi wanita untuk mencegah kesewenang-wenangaan suami. Dengan diadakannya perjanjian perkawinan, diharapkan dapat menjadi acuan jika suatu saat timbul konflik dalam rumah tangga. Selain itu, bila dalam rumah tangga tersebut terjadi prahara, sebab suami menganiaya dan menelantarkan isteri, dan perceraian dianggap sebagai pilihan terakhir yang harus ditempuh, maka perjanjian perkawinan dapat memudahkan isteri untuk lepas dari ikatan perkawinan dengan suaminya. 
Meski demikian, di negara kita yang masih menjunjung tinggi adat ketimuran, menjadi persoalan yang sensitif ketika salah seorang calon pasangan berniat mengajukan untuk membuat perjanjian perkawinan. Perjanjian perkawinan menjadi suatu hal yang tidak lazim dan dianggap tidak biasa, kasar, materialistik, egois, tidak etis, tidak sesuai dengan adat timur dan lain sebagainya. Oleh karena demikian, perlu kiranya diberi pemahaman tentang hakikat dibuatnya perjanjian perkawinan tersebut yang bukan semata-mata hanya untuk mempertahankan ego atau materialistik salah satu pihak, tapi sebagai bentuk perlindungan hak-hak wanita supaya sejarah tersubordinasinya wanita tidak selalu terulang sepanjang zaman dan selama isi dari perjanjian perkawinan tersebut tidak melanggar syar’i.
Perjanjian perkawinan dalam bentuk taklik talak mengandung banyak nilai-nilai, dan nilai-nilai yang terkandung di dalamnya sudah cukup mewakili untuk melindungi hak-hak seorang wanita (isteri) dari perlakuan diskrimintaif suami. Bila dirumuskan secara sederhana, kita bisa mendapatkan nilai-nilai perlindungan yang terkandung didalamnya, yakni nilai moral seorang suami, rasa cinta yang akan diberikan pada isteri dan anak-anaknya, tanggung jawab yang akan dijalani suami selama berkeluarga, dan nilai jera (istri menuntut cerai) yang akan dialami suami jika melanggar janji tersebut.
Dalam konsekuensi tersebut, perlu diberi kebijakan bahwa dengan pelanggaran pada sebuah perjanjian perkawinan tidaklah mesti harus diakhiri dengan perceraian, kecuali dilakukan dengan unsur kesengajaan oleh suami yang sudah tidak menginginkan untuk hidup bersama lagi dengan isterinya.
Dalam KHI pun terkandung nilai perlindungan, meskipun perlindungan tersebut adalah menyangkut harta, baik harta pribadi atau harta pencaharian masing-masing maupun harta pencaharian bersama. Perlindungan ini diharapkan untuk menghindari dari sewenang-wenang salah satu pihak terhadap harta yang mereka miliki.
Keseluruhan tulisan ini telah dipublikasikan pada Jurnal Al-Akhwalus Syahsyiah UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, oleh Zuhrah.
Read More... Perjanjian Perkawinan

Sejarah Nasyiatul Aisyiah


Berdirinya Nasyi'atul Aisyiyah (NA) juga tidak bisa dilepaskan kaitannya dengan rentang sejarah Muhammadiyah sendiri yang sangat memperhatikan keberlangsungan kader penerus perjuangan. Muhammadiyah dalam membangun ummat memerlukan kader-kader yang tangguh yang akan meneruskan estafet perjuangan dari para pendahulu di lingkungan Muhammadiyah.
Berdirinya Nasyi'atul Aisyiyah (NA) juga tidak bisa dilepaskan kaitannya dengan rentang sejarah Muhammadiyah sendiri yang sangat memperhatikan keberlangsungan kader penerus perjuangan. Muhammadiyah dalam membangun ummat memerlukan kader-kader yang tangguh yang akan meneruskan estafet perjuangan dari para pendahulu di lingkungan Muhammadiyah.


Gagasan mendirikan NA sebenarnya bermula dari ide Somodirdjo, seorang guru Standart School Muhammadiyah. Dalam usahanya untuk memajukan Muhammadiyah, ia menekankan bahwa perjuangan Muhammadiyah akan sangat terdorong dengan adanya peningkatan mutu ilmu pengetahuan yang diajarkan kepada para muridnya, baik dalam bidang spiritual, intelektual, maupun jasmaninya.


Gagasan Somodirdjo ini digulirkan dalam bentuk menambah pelajaran praktek kepada para muridnya, dan diwadahi dalam kegiatan bersama. Dengan bantuan Hadjid, seorang kepala guru agama di Standart School Muhammadiyah, maka pada tahun 1919 Somodirdjo berhasil mendirikan perkumpulan yang anggotanya terdiri dari para remaja putra-putri siswa Standart School Muhammadiyah. Perkumpulan tersebut diberi nama Siswa Praja (SP). Tujuan dibentuknya Siswa Praja adalah menanamkan rasa persatuan, memperbaiki akhlak, dan memperdalam agama.


Pada awalnya, SP mempunyai ranting-ranting di sekolah Muhammadiyah yang ada, yaitu di Suronatan, Karangkajen, Bausasran, dan Kotagede. Seminggu sekali anggota SP Pusat memberi tuntunan ke ranting-ranting. Setelah lima bulan berjalan, diadakan pemisahan antara anggota laki-laki dan perempuan dalam SP. Kegiatan SP Wanita dipusatkan di rumah Haji Irsyad (sekarang Musholla Aisyiyah Kauman). Kegiatan SP Wanita adalah pengajian, berpidato, jama'ah subuh, membunyikan kentongan untuk membangunkan umat Islam Kauman agar menjalankan kewajibannya yaitu shalat shubuh, mengadakan peringatan hari-hari besar Islam, dan kegiatan keputrian.


Perkembangan SP cukup pesat. Kegiatan-kegiatan yang dilakukannya mulai segmented dan terklasifikasi dengan baik. Kegiatan Thalabus Sa'adah diseleng-gerakan untuk anak-anak di atas umur 15 tahun. Aktivitas Tajmilul Akhlak diadakan untuk anak-anak berumur 10-15 tahun. Dirasatul Bannat diselenggarakan dalam bentuk pengajian sesudah Maghrib bagi anak-anak kecil. Jam'iatul Athfal dilaksanakan seminggu dua kali untuk anak-anak yang berumut 7-10 tahun. Sementara itu juga diselenggarakan tamasya ke luar kota setiap satu bulan sekali.


Kegiatan SP Wanita merupakan terobosan yang inovatif dalam melakukan emansipasi wanita di tengah kultur masyarakat feodal saat itu. Kultur patriarkhis saat itu benar-benar mendomestifikasi wanita dalam kegiatan-kegiatan rumah tangga. Para orang tua seringkali melarang anak perempuannya keluar rumah untuk aktifitas-aktifitas yang emansipatif. Namun dengan munculnya SP Wanita, kultur patriarkhis dan feodal tersebut bisa didobrak. Hadirnya SP Wanita sangat dirasakan manfaatnya, karena SP Wanita membekali wanita dan putri-putri Muhammadiyah dengan berbagai pengetahuan dan ketrampilan.


Pada tahun 1923, SP Wanita mulai diintegrasikan menjadi urusan Aisyiyah. Perkembangan selanjutnya, yaitu pada tahun 1924, SP Wanita telah mampu mendirikan Bustanul Athfal, yakni suatu gerakan untuk membina anak laki-laki dan perempuan yang berumur 4-5 tahun. Pelajaran pokok yang diberikan adalah dasar-dasar keislaman pada anak-anak. SP Wanita juga menerbitkan buku nyanyian berbahasa Jawa dengan nama Pujian Siswa Praja. Pada tahun 1926, kegiatan SP Wanita sudah menjangkau cabang-cabang di luar Yogyakarta.


Pada tahun 1929, Konggres Muhammadiyah yang ke-18 memutuskan bahwa semua cabang Muhammadiyah diharuskan mendirikan SP Wanita dengan sebutan Aisyiyah Urusan Siswa Praja. Pada tahun 1931 dalam Konggres Muhammadiyah ke-20 di Yogyakarta diputuskan semua nama gerakan dalam Muhammadiyah harus memakai bahasa Arab atau bahasa Indonesia, karena cabang-cabang Muham-madiyah di luar Jawa sudah banyak yang didirikan (saat itu Muhammadiyah telah mempunyai cabang kurang lebih 400 buah). Dengan adanya keputusan itu, maka nama Siswa Praja Wanita diganti menjadi Nasyi'atul Aisyiyah (NA) yang masih di bawah koordinasi Aisyiyah.


Tahun 1935 NA melaksanakan kegiatan yang semakin agresif menurut ukuran saat itu. Mereka menga-dakan shalat Jum'at bersama-sama, mengadakan tabligh ke berbagai daerah, dan kursus administrasi. Kegiatan-kegiatan tersebut merupakan aktifitas yang tidak wajar dilaksanakan oleh wanita pada saat itu.


Pada Konggres Muhammadiyah ke-26 tahun 1938 di Yogyakarta diputuskan bahwa Simbol Padi menjadi simbol NA, yang sekaligus juga menetapkan nyanyian Simbol Padi sebagai Mars NA. Perkembangan NA semakin pesat pada tahun 1939 dengan diseleng-garakannya Taman Aisyiyah yang mengakomodasikan potensi, minat, dan bakat putri-putri NA untuk dikem-bangkan. Selain itu, Taman Aisyiyah juga menghimpun lagu-lagu yang dikarang oleh komponis-komponis Muhammadiyah dan dibukukan dengan diberi nama Kumandang Nasyi'ah.


Pada masa sekitar revolusi, percaturan politik dunia


yang mempengaruhi Indonesia membawa akibat yang besar atas kehidupan masyarakat. Organisasi NA mengalami kemacetan. NA hampir tidak terdengar lagi perannya di tengah-tengah masyarakat. Baru setelah situasi mengijinkan, tahun 1950, Muhammadiyah mengadakan Muktamar untuk mendinamisasikan gerak dan langkahnya. Muktamar tersebut memutuskan bahwa Aisyiyah ditingkatkan menjadi otonom. NA dijadikan bagian yang diistimewakan dalam Aisyiyah, sehingga terbentuk Pimpinan Aisyiyah seksi NA di seluruh level pimpinan Aisyiyah. Dengan demikian, hal ini berarti NA berhak mengadakan konferensi tersendiri.


Pada Muktamar Muhammadiyah di Palembang tahun 1957, dari Muktamar Aisyiyah disampaikan sebuah prasaran untuk mengaktifkan anggota NA yang pokok isinya mengharapkan kepada Aisyiyah untuk memberi hak otonom kepada NA. Prasaran tersebut disampaikan oleh Baroroh. Selanjutnya pada Muktamar Muham-madiyah di Jakarta pada tahun 1962, NA diberi kesempatan untuk mengadakan musyawarah tersendiri. Kesempatan ini dipergunakan sebaik-baiknya oleh NA dengan menghasilkan rencana kerja yang tersistematis sebagai sebuah organisasi.


Pada Sidang Tanwir Muhammadiyah tahun 1963 diputuskan untuk memberi status otonom kepada NA. Di bawah kepemimpinan Majelis Bimbingan Pemuda, NA yang saat itu diketuai oleh Siti Karimah mulai mengadakan persiapan-persiapan untuk mengadakan musyawarahnya yang pertama di Bandung. Dengan didahului mengadakan konferensi di Solo, maka berhasillah NA dengan munasnya pada tahun 1965 bersama-sama dengan Muktamar Muhammadiyah dan Aisyiyah di Bandung. Dalam Munas yang pertama kali, tampaklah wajah-wajah baru dari 33 daerah dan 166 cabang dengan penuh semangat, akhirnya dengan secara organisatoris NA berhasil mendapatkan status yang baru sebagai organisasi otonom Muhammadiyah.

dikutip dari nasyiah.or.id
Read More... Sejarah Nasyiatul Aisyiah

sejarah perumusan kepribadian Muhammadiyah


Rumusan materi kepribadian Muhammadiyah untuk pertama kalinya disusun oleh sebuah tim yang tediri dari:
  1. KH. Fakih Usman.
  2. KH. Farit Ma,ruf
  3. KH. Wardan Diponigrat.
  4. DR. Hamka.
  5. H. Djarnawati Hadikusumo.
  6. M. Djindar Tamimy
  7. M. Saleh Ibrahim.
Tim tersebut dibentuk oleh pimpinan pusat Muhammadiyah setelah memperhatikan isi pidato KH. Fakih Usman. Dengan judul “Apakah Muhammadiyah Itu ?” yang disampaikan didepan para peserta kursus pimpinan Muhammadiyah seluruh Indonesia yang diselenggarakan oleh pimpinan pusat Muhammadiyah pada bulan Ramadhan 1381 H/1961M.
Isi pidato KH. Fakih Usman itu mengandung makna yang sangat mendalam sehingga menarik perhaian para tokoh Muhammadiyah yang dating dari seluruh Indonesia. Hal tersebut sangat dimengerti karena KH Fakih Usman. Dikenal sebagai tokoh Muhammadiyah yang kaya pengalaman, luas Ilmunya dan mendalam ruhul Islamnya. Dengan kemampuannya yang besar itu, beliau dapat mengugugah semangat para pimpinan Muhammadiyah pada saat itu.
Setelah selesai KH. Fakih Usman menyampaikan pidatonya itu, maka mufakatlah para tokoh Muhammadiyah untuk merumuskan buah pikiran KH. Fakih Usman agar kelak dapat dijadikan pedoman organisasi.
Dari hasil kesepakatan para tokoh Muhammadiyah, maka dibentuklah tim perumus materi kepribadian Muhammadiyah yang orang-orangnya sebagai mana sudah dikemukakan dimuka. Kemudian hasi kerja tim perumus di ajukan kepada pimpinan pusat Muhammadiyah, lalu oleh PP Muhammadiyah ditetapkan sebagai salah satu agenda sidang tanwir yang berlangsung dari tanggal 25 sampai dengan 28 agustus 1962.
Setelah melalui pembahasan dan penyempurnaan beberapa segi, akhirnya sidan tanwir dapat menerimanya untuk kemudian diacarakan pada Muktamar Muhammadiyah ke35 (setengah abad) di Jakarta. Melalui Muktamar ke35 inilah akhirnya diterima rumusan yang makin sempurna, kemudian diamanatkan lagi kepada pimpinan pusat Muhammadiyah untuk mendapatkan perhatian dan perbaikan seperlunya, akhinyapada tanggal 29 april 1963 pimpinan pusat dapat menyelesaikan tugasnya sehingga lahirlah apa yang kita kenal sekarang, yakni “Matan Rumusan Kepribadian Muhammadiyah”.

  1. Hakikat Dan Fungsi Kepribadian Muhammadiyah.

Pada hakikatnya kepribadian Muhammadiyah adalah wajah dan wijhahnya persyarikatan Muhammadiyah yang mencerminkan tiga predikat yang melekat kuat sebagai Asy-syakhshiyah (jati dirinya)secarah utuh (orisinal). Ketiga predikat itu adalah :
  1. Muhammadiyah sebagai gerakan Islam.
  2. Muhammadiyah sebagai gerakan Da,wah.
  3. Muhammadiyah sebagai gerakan Tajdid.
Penanaman Muhammadiyah sebagai gerakan Islam didasarkan pada segi asas (aqidah) perjuangan Muhammadiyah yang telah menjadkan dinul Islam sebagai satu-satunya Al-Manhaj Al-Ilahi (undang-undang Ilahi) sebagai subjek (sumber nilai) dan objek (sumber konsep) perjuangan Muhammadiyah. Yang dimaksud dengan Islam sebagai objek (sumber nilai) perjuangan Muhammadiyah ialah bahwa semua hasil kegiataan dan amal usaha Muhammadiyah selalu digerakkan (didasarkan dan dijiwai) dengan dinul Islam dan ruhul Islam, sedankan yang dimaksud dengan Islam sebagai objek (sumber konsep) perjuangan Muhammadiyah ialah bahwa semua kegiatan dan amal usaha Muhammadiyah adalah untuk “Menegakkan dan menjunjung tinggi agama Islam” untuk mencapai terwujutnya cita-cita Islam, yaitu:
“Masyarakat utama Adil dan makmur yang diridlai Allah SWT” dimana kebaikan dan kebahagiaan luas merata. Sebagai sumber nilai dan sumber konsep,maka dinul Islam tidak bisa dari kehidupan dan perjuangan Muhammadiyah. Islam telah menjadi “sibghah” yang medasari, menjiwai dan mewarnai seluruh Gerakan Muhammadiyah.
Penanaman Muhammadiyah sebagai gerakan dakwah dapat dilihat dari segi bentuk(ujud) kegiatan dan amal usahanya untuk melaksanakan Dakwah Islamiah amar makruf nahy munkar sebagai tugas utama umat Islam dibidan kemasyarakatan sebagaimana firman Allah.
Artinya:
“Kamu adalah ummat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma,ruf dan mencegah dari yang mungkar, danberiman kepada Allah. Sekiranya ahli kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka; diantara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang fasik”
Islam adalah sumber nilai, sedangkan dakwah Islamiah merupakan proses alih nilai yang dikembangkan dalam rangka perubahan perilaku dan dakwah Islamiah yang dikembangkan oleh Muhammadiyah adalah upaya pengkondisian masyarakat agar objek dakwah lebih mengetahui,memahami, dan mengamalkan dinul Islam sebagai pandangan dan cita-cita hidupnya.
Dalam pengertian Muhammadiyah sebagai subjek dakwah maka seluruh amal usaha Muhammadiyah harus merupakan amal usaha dakwah; seluruh pimpinan Muhammadiyah disemua tingkat harus menjadi pimpinan gerakan dakwah. Semua pimpinan pada setiap amal usaha Muhammadiyah harus merupakan pimpinan amal usaha dakwah. Semua majelis dan ortom Muhammadiyah harus merupakan majlis dan ortom penyelenggara kegiatan dakwah. Pendeknya semua orang yang terlibat dalam kegiatan amal usaha Muhammadiyah harus menjadi pelaksana dakwah. Kemudian penamaan Muhammadiyah sebagai gerakan tajdid, dilihat dari sifat Dakwah Muhammadiyah yang ditujukan kepada ummat Ijbah (ummat Islam sendiri) baik terhadap perorangan maupun masyarakat. Tajdid yaitu mengembalikan pemahaman dan pengamalan ummat Islam terhadap dinul Islam secarah benar dan tepat (asli murni) sesuai dengan Alquran dan Sunnah Rasulullah SWT sedangkan dalam bidang amaliah duniawiah maka tajdid yang dilakukan muhammadiyah bersifat modernisasi untuk mengaktualisasikan ajaran Islam sesuai dengan perkembangan kehidupan masyarakat yang cenderung selalu berubah, sehingga Dinul Islam menjadi Rahmartan Lil-Alamin.
Jiwa yang terkandung dalam kepribadian Muhammadiyah itu menunjukkan betapa Muhammadiyah dibesarkan oleh pengalaman sejarah bangsa dan umat manusia, sehingga sudah saatnya muhammadiyah menunjukkan wajah dan wijhahnya yang sebenarnya sebagai suatu gerakan Islam, Gerakan Dakwah dan Gerakan tajdid yang bertanggun jawab terhadap Agama Islam , Bangsa.
Setiap warga Muhammadiyah terutama para pemimpinya dan tokohnya hendaknya selalu mengamalkan dan memperjuangkan apa yag sudah tercantum dalam kepribadian Muhamadiyah, serta benar-benar menjadikannya sebagai pedoman beramal dan berjuang sekaigus sebagai hiasan pribadi warga Muhammadiyah.
Read More... sejarah perumusan kepribadian Muhammadiyah