Pages

Labels

Kamis, 18 Juni 2020

Menjadi Nasyiah (2)

Nasyiah akan selalu terbuka dalam sikap dan toleran terhadap perbedaan serta keragaman anggotanya. Namun tidak serta merta berarti ia juga memiliki ideologi terbuka. Dalam arti, ideologi Muhammadiyah tetap menjadi landasan pergerakan Nasyiah. Oleh karena demikian, Nasyiah sangat mendorong adanya transformasi kader secara berjenjang. Dengan tujuan supaya kader dapat memaksimalkan perannya sesuai dengan jenjang organisasi otonom (ortom) Muhammadiyah.

Dalam beberapa kasus, kini terdapat semacam "pengkultusan organisasi". Sebagai contoh misalnya, kader IPM karena telah demikian mendalam kecintaan kepada IPM, merasa tidak perlu lagi bergabung dalam ortom lainnya, meskipun secara usia dan kondisi sudah tidak sesuai lagi bergabung sebagai kader IPM. Begitu pula dengan kader IMM misalnya, banyak pula yang merasa bahwa dirinya adalah kader IMM "selamanya" tanpa perlu bergabung dengan ortom lain pada jenjang yang lebih tinggi (Pemuda Muhammadiyah atau Nasyiatul Aisyiyah). 
Sehingga yang terjadi adalah terputusnya kaderisasi dan menyebabkan ruang untuk mengekspresikan diri bagi para kader terkesan tidak ada. 
Lihat saja contohnya kader IPM, sangat sedikit sekali yang -ketika mereka menjadi mahasiswa- bergabung dengan IMM. Padahal sesungguhnya perkaderan Taruna Malati II di IPM setara dengan Darul Arqam Dasar di IMM. Begitu pula kader IMM (immawati) sangat sedikit yang berminat untuk bergabung di Nasyiatul Aisyiyah, padahal perkaderan Darul Arqam Dasar di IMM setara dengan Darul Arqam I di Nasyiah. Apa yang menyebabkan hal ini terjadi? Inilah yang Saya maksud dengan "pengkultusan" organisasi tadi. Dimana kader memandang bahwa tidak ada ortom yang lebih baik dibanding ortom yg pertama kali mereka geluti. Istilah sederhana bisa di sematkan dengan "kader gagal move on." 
Parahnya lagi, ada pula yang menganggap bahwa kader di ortom lain bukanlah kader Muhammadiyah, padahal di tiap ortom punya sistem kaderisasi tersendiri.

Di sinilah pentingnya kedewasaan sikap yang dimaksud dalam tulisan Saya yang pertama. Perlu kita memandang bahwa kader itu bukan "the others" apabila ia terlahir dari rahim ortom yg berbeda, namun mestinya dianggap sebagai satu kesatuan yaitu kader Muhammadiyah atau angkatan muda Muhammadiyah. Pandangan seperti ini akan meminimalisir dikotomi kader dan bukan kader.

Idealnya seorang kader Muhammadiyah harus dapat mewarnai dan menghidupkan organisasi, bukan hanya menjadi followers. Tetapi juga menjadi poros penggerak organisasi, dalam ortom apapun dia bergabung.

Oleh karena demikian, Nasyiah sangat mendorong adanya transformasi kader, karena sesungguhnya transformasi kader itu sangat penting untuk perkembangan organisasi. Semakin banyak kader yang berjenjang dalam ortom Muhammadiyah, akan semakin baik pula perannya sebagai pelopor, pelangsung, dan penyempurna dakwah Muhammadiyah. Sebab, tidak ada yang lebih memahami Muhammadiyah selain generasi yang sejak awal telah bergabung dalam ortomnya.

Oleh: Sekretaris Umum PDNA Kab. Bima
Read More... Menjadi Nasyiah (2)

Menjadi Nasyiah (1)

Banyak yang bertanya, apa sih bedanya Nasyiatul Aisyiyah dengan organisasi lain? Di Nasyiah itu kita ngapain aja? Apa untungnya ber Nasyiah? Kalau sudah aktif di ortom Muhammadiyah yang lain, ngapain juga bergabung lagi di Nasyiah? Dan banyak lagi pertanyaan2 lain yg muncul.

Kali ini, kita coba uraikan satu persatu ya gengs...

Nasyiatul Aisyiyah itu merupakan salah satu organisasi otonom Muhammadiyah, dimana orang2 yang terlibat di dalamnya adalah para perempuan muda usia produktif (mulai 17-40 tahun) dan mereka semua Muslim.

Di Nasyiah, sangat berbeda dengan beberapa ortom Muhammadiyah lainnya (seperti HW, IPM, IMM) yang membatasi anggotanya yg perempuan sebatas pelajar atau mahasiswa. Nasyiah lebih terbuka, syaratnya cuma 1 yaitu perempuan Islam. Sehingga tidak heran kalo di Nasyiah, anggotanya memiliki latar belakang organisasi yang cukup beragam. Seperti misalnya ketika mereka mahasiswa, ada yang bergabung di HMI, KAMMI, PMII dll. Kenapa demikian? Karena di Nasyiah, segala sekat ideologis yg kaku itu sudah mulai memudar. Dalam arti, hanya ada satu kepentingan yang melebihi ego latar belakang organisasi itu, yaitu peningkatan kualitas perempuan Muslim.

Hal ini yang menyebabkan Nasyiah sangat terbuka, siapapun boleh bergabung apabila ia sepakat dengan gerak langkah dan kepribadian Nasyiah dan Muhammadiyah. Asalkan ia perempuan muslim, sejalan dengan spirit Muhammadiyah, ya gabung saja.. Tidak perlu persyaratan rumit. Meskipun secara formal memang tetap diharuskan untuk mengikuti perkaderan.

Inilah yang disebut kedewasaan sikap Nasyiah. Sesuai dengan warna organisasi ini yaitu Krem / putih tulang. Itu merupakan gambaran warna perempuan yg dewasa dalam berpikir dan bertindak, penuh kompromi, tidak saklek dan kaku. Yang utama di Nasyiah adalah esensi, bukan formalitas. Bagaimana seluruh kader Nasyiah dapat memajukan perempuan muslim, pemberdayaan dan memberi manfaat bagi kaum wanita. Nasyiah sebagai putri Muhammadiyah sangat antusias menunjukkan bahwa perempuan dalam perspektif Muhammadiyah adalah motor penggerak perubahan, bukan sekedar memainkan peran domestik namun juga mampu menjadi poros pergerakan publik.

Menyadari potensi yang sangat besar dalam diri perempuan, Nasyiah menjadi organisasi yang sangat concern terhadap peningkatan kualitas hidup perempuan dan berusaha mengambil peran untuk perubahan masyarakat.
Read More... Menjadi Nasyiah (1)

Kamis, 18 Februari 2016

KARINA: "Konsep Keluarga Sakinah"

"Pernikahan adalah bukan tentang seberapa banyak mahar dan mewah prosesinya, melainkan seberapa siap kita menjalaninya" (Dr. Luthfiyah, M.Ag). Pimpinan Daerah Nasyiatul Aisyiyah Kabupaten Bima kembali mengadakan Kajian Rutin Nasyiah (KaRiNa), (Kamis 18/februari/2016) di sekretariat Nasyiatul Aisyiyah, Jl. Kartini No. 2 Paruga Rasana'e Barat. adapun tema untuk mengawali Karina kali ini adalah "Keluarga Sakinah: Telaah Normativ-Sosiologis" yang diuraikan dengan sangat apik oleh Dr. Ruslan, M.Ag dan Dr. Luthfiyah, M,Ag sebagai panelis. berikut catatan singkat tentang keluarga sakinah.
“Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir." (ar-Rum: 21).
 Keluarga adalah jiwa dan tulang punggung suatu negara, kesejahteraan lahir batin yang dialaminya adalah cerminan dari situasi keluarga yang hidup ditengah-tengah masyarakat negara itu sendiri.demikian sebahagian ungkapan Qurais Syihab dalam Membumikan Al-Qur’an. Dengan demikian, jika kita menginginkan tercipta Baldatun Thayyibatun, landasan yang harus kita bangun adalah masyarakat marhamah, pondasi yang harus kita bangun untuk membentuk masyarakat yang marhamah adalah keluarga sakinah, sedangkan pilar yang harus ditegakan untuk mewujudkan keluarga sakinah adalah aqidah, mawaddah, dan rahmah. Dengan figur seorang ayah yang bijaksana dan berwibawa. Dengan profil seorang ibu yang penyantun, lembut dan bisa mendidik serta membesarkan anak-anaknya dengan penuh buaian kasih sayang. Inilah yang dimaksud dengan: البيت مدرسة الأولى keluarga adalah sekolah yang paling utama dan pertama.
Salah satu keagungan kebesaran Allah adalah diciptakanya manusia secara jenis kelamin berpasang-pasangan dengan tujuan agar membentuk keluarga sakinah, sedangkan modal yang Allah berikan untuk mewujudkan cita-cita tersebut adalah mawaddah warohmah. Mawaddah menurut Ibrahim Al-Biqa’i sebagai mana disitir oleh Quraisy Shihab dalam Wawasan Al-Qur’an adalah cinta yang tidak ditanggapi keburukan baik lahir maupun batin. sedangakan yang dimaksud dengan rahmah adalah kasih sayang suami karnra takut menimpa keburukan terhadapnya.dengan demikian antara suami dan istri saling mengisi dan melengkapi.inilah yang dinamakan kemitrasejajaran antara suami dan istri yang bisa merekat keluarga akan semakin harmoni.
Namun dengan masuknya paham hedonisme, ternyata telah menggusur dan menggeser cita-cita keluarga sakinah menjadi “a mere overnight parking place, mainty for sex relationships”, keluarga hanya tempat pesinggahan di malam hari, terutama untuk hubungan sex.
Read More... KARINA: "Konsep Keluarga Sakinah"

Jumat, 28 Agustus 2015

Perempuan dalam Pilkada

Dunia politik adalah dunia kekuasaan yang paling kongkrit, disinilah terjadi persaingan, dari mulai tingkat paling lunak sampai paling kasar, dan karena perempuan jarang melewati tahap-tahap berpolitik ini. “etos kerja” politiknya rendah. Politik terlalu sederhana untuk dijadikan propesi karena di dalamnya terdapat sejumlah kepentingan. Politik lebih indah disebut sebagai perjuangan. Di dalamnya ada berbagai nuansa pembelaan terhadap hak-hak orang tertindas, politikus perempuan tak terkecuali, harus melakukan hal serupa.

Sistem nilai patriarkhi menempatkan perempuan berada dibawah subordinasi laki-laki, sistem patriarkhi dapat ditemui dalam kehidupan sehari-hari baik pada perempuan kelas bawah maupun kelas atas, di rumah, di tempat kerja dan dikomunitas yang lebih luas, wujud dan intensitas subordinasi bervariasi. Namun pada dasarnya sama mengandung salah satu atau lebih unsur-unsur yang merendahkan perempuan seperti, diskriminasi, kurang dihargai, kontrol, pemerasan, penindasan dan kekerasan, celakanya sistem ini diadopsi oleh negara sebagaimana tercermin dalam undang-undang kebijakan, maupun peraturan-peraturan bermasyarakat dan bernegara.

Ormas perempuan yang mempunyai massa luas dan bebas bergerak seperto PKK dan Dharma Wanita selain telah dikontrol oleh pemerintah (seperti halnyan, SPSI, HKTI, KNPI dan lain-lain) juga melanggengkan posisi subordinasi perempuan di bawah laki-laki, dalam organisasi ini posisi perempuan sangat tergantung pada laki-laki, artinya dalam kontek hak berserikat, perempuan ditundukkan dua kali yaitu di bawah kontrol negara dan di bawah kontrol laki-laki.

Sehubungan dengan keterwakilam perempuan dalam dunia politik kita punya harapan besar terhadap keberadaan perempuan dalam pemilihan kepala daerah langsung yang sedang bergulir saat ini di dunia perpolitikan negeri ini, bagaimana peluang perempuan dalam pemilihan kepala daerah secara langsung ini atau dengan kata lain apakah peluang perempuan sebagai pemimpin daerah mempuyai peluang yang sama dengan laki-laki? Kita tunggu hasilnya.
Read More... Perempuan dalam Pilkada

Selasa, 18 Agustus 2015

Dilema Peran Perempuan dalam Politik

Dalam negara yang menganut sistem nilai patriarkal, seperti Indonesia, kesempatan perempuan untuk menjadi politisi relatif terbatasi karena persepsi masyarakat mengenai pembagian peran antara laki-laki dan perempuan, yang cenderung bias kearah membatasi peran perempuan wanita pada urusan rumah tangga. Namun demikian, pada masa perjuangan kemerdekaan, kebutuhan akan kehadiran banyak pejuang, baik laki-laki maupun perempuan, membuka kesempatan luas bagi para wanita untuk berkiprah di luar lingkup domestik dengan tanggungjawab urusan rumah tangga. Masyarakat menerima dan menghargai para pejuang perempuan yang ikut berperan di medan perang, dalam pendidikan, dalam pengobatan, dan dalam pengelolaan logistik. Kesempatan ini memberi kemudahan pada perempuan untuk memperjuangkan isu-isu yang berhubungan dengan kepentingan mereka atau yang terjadi di sekitar mereka selain isu politik.

Kurangnya representasi perempuan dalam bidang politik antara lain disebabkan oleh kondisi budaya yang patriakal yang tidak diimbangi kemudahan akses dalam bantuk tindakan afirmatif bagi perempuan, seperti pemberian kuota. GBHN, dan berbagai instrumen politik dan hukum tidak secara eksplisit menunjukkan diskriminasi terhadap perempuan namun tidak pula memberikan pembelaan dan kemudahan bagi perempuan dalam berbagai bidang, termasuk politik. Undang-Undang Dasar 1945, Bab X, Ayat 27 menyatakan bahwa “Semua warganegara adalah sama di hadapan hukum dan pemerintah,” sedangkan Ayat 28 menjamin “Kebebasan berkumpul dan berserikat, dan kebebasan menyatakan pendapat baik secara lisan maupun tertulis.” Sekalipun demikian, dalam kondisi yang patriakhal perempuan menghadapi beberapa kendala untuk mensejajarkan diri dengan laki-laki dalam berbagai bidang.
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi pola seleksi antara laki-laki dan perempuan terkait keterlibatannya dalam politik. Faktor pertama berhubungan dengan konteks budaya di Indonesia yang masih sangat kental asas patriarkalnya. Persepsi yang sering dipegang adalah bahwa arena politik adalah untuk laki-laki, dan bahwa tidaklah pantas bagi wanita untuk terlibat dalam politik.
faktor kedua, kemiskinan dan rendahnya tingkat pendidikan wanita. Sering dirasakan bahwa sungguh sulit merekrut perempuan dengan kemampuan politik yang memungkinkan mereka bersaing dengan laki-laki. Perempuan yang memiliki kapabilitas politik memadai cenderung terlibat dalam usaha pembelaan atau memilih peran-peran yang non-partisan.
faktor ketiga, faktor keluarga. Wanita berkeluarga sering mengalami hambatan-hambatan tertentu, khususnya persoalan izin dari pasangan mereka. Banyak suami cenderung menolak pandangan-pandangan mereka dan aktifitas tambahan mereka diluar rumah. Kegiatan-kegiatan politik biasanya membutuhkan tingkat keterlibatan yang tinggi dan penyediaan waktu dan uang yang besar, dan banyak perempuan sering memegang jabatan-jabatan yang tidak menguntungkan secara finansial. (Husna)

Read More... Dilema Peran Perempuan dalam Politik

Rabu, 03 Juni 2015

Bantuan kepada Korban Kebakaran di Desa Keli

Musibah Kebakaran yang terjadi di desa Keli Kecamatan Woha Kabupaten Bima menghanguskan sebelas rumah pada ahad pagi 31 Mei 2015 pukul 03.00 wita. kebakaran yang menghakibatkan sembilan rumah rata dengan tanah tanpa tersisa ini diduga berasal dari kerusakan arus listrik yang ada di rumah Kepala Desa Keli, yang selanjutnya api dengan cepat merambat ke beberapa rumah di sekitarnya. banyaknya korban materil yang dirugikan dari peristiwa ini mencapai ratusan juta rupiah. sebagai bentuk keprihatinan atas musibah yang terjadi, Pimpinan Daerah Nasyiatul Aisyiyah Kabupaten Bima berinisiasi untuk memberikan bantuan kepada korban kebakaran tersebut.
selasa 2 Juni 2015 PD Nasyiah Kabupaten Bima bersama IMM Cabang Bima mengunjungi lokasi kejadian. berdasarkan hasil koordinasi dengan Pimpinan Ranting Nasyiatul Aisyiyah Desa Keli didapatkan informasi bahwa korban sangat membutuhkan perlengkapan dapur, disamping beberapa kebutuhan mendasar lainnya.disampign itu, adik-adik dari Pimpinan Cabang IMM Bima juga menyerahkan bantuan sembako langsung di posko penerimaan bantuan kebakaran. kegiatan ini juga terselenggara atas bantuan dari LazisMu Bima.
Read More... Bantuan kepada Korban Kebakaran di Desa Keli

Rabu, 06 Mei 2015

KARINA (Kajian Rutin Nasyiah)

Pimpinan Daerah nasyiatul Aisyiyah secara aktif telah melaksanakan kegiatan "mengaji" memperdalam pemahaman dan pengetahuan tentang agama, sosial, dan hal-hal yang terkait dengan perempuan dan anak. sejak dikukuhkan berdasarkan SK Pimpinan Wilayah Nasyiatul Aisyiah pada September 2014 lalu, PDNA Kabupaten Bima mengawali kegiatan mengaji ini dengan tema awal ketarjihan. kegiatan yang dinamai dengan KARINA (Kajian Rutin Nasyiah) ini berlangsung 2x dalam 1 bulan yang sifatnya tematik. adapun tema-tema yang telah dibahas adalah
ketarjihan, ayat-ayat muhkamat dan Mutasyabihat, metode pengambilan hukum Islam, Konsep negara dalam Islam. KARINA diadakan tiap ahad pertama di awal bulan dan ahad ketiga diakhir bulan. adapun peserta yang mengikuti KARINA terdiri dari para pengurus PDNA, adik-adik Immawati dan IPMawati. peserta yang hadir tiap pekannya sebanyak 20-26 orang. KARINA untuk semester ini dibimbing langsung oleh KH.Abdul Ghany Masjkur (Muma). disamping itu, kegiatan yang rutin diselenggarakan di kediaman Muma di Jl. Sultan Salahuddin No.4 ini dirangkaikan dengan Arisan anggota PDNA Kabupaten Bima.(Husna)
Read More... KARINA (Kajian Rutin Nasyiah)